Selasa, 20 Maret 2012

Karena Mati Itu Misteri

“Undangan sudah siap cetak, gedung sudah dibooking, dan apalagi ya?” Gumamku dalam hati, sembari menemani calon suamiku, viting baju pengantinya.

Dari arahku duduk, terlihat jelas, dia tampak semakin gagah. Baju pengantin ini akan ia pakai, dihari pertama resepsi. Warnanya abu-abu, yang tampak mencerahkan kulit Rey. Lama ku perhatikan, dari ujung rambut hingga ujung kaki.

“sayang, kamu tampan” Ucapku pelan dari arah tempat dudukku.

“Yaiyalah, aku gitu lho..hahaha”

“yee, malah narsis, haha”

Sudah setengah hari kami disini, dan sekarang waktunya aku mencoba baju pengantinku. Berjalan bersama perancang baju, menuju ruang khusus. Sekarang gentian, pria gagah akan menunggu wanita anggun berdandan. Lebih dari setengah jam, aku benar-benar seperti model hari ini.

“Sayang, lama sekali sih, perasaan aku tadi gak selama ini,” Gerutu Rey

“Sabar mas, in sebentar lagi, lihat saja nanti, calon pengantin perempuanmu akan membuat matamu terbelalak” Ucap perancang bajunya.

“hahaha..mba berlebihan” Tanggapku sedikit tersipu malu.

Waktunya berlenggak-lenggok, didepan kekasih. Benar, ia terpana, dan kalau bisa digambarkan kaya dikartun, mulutnya terbuka kebawah. Ah, ini berlebihan, tapi aku suka. Lama pria itu terpana, hingga benar-benar membuatku salah tingkah. Aku pun puas, dengan baju pengantin ini, aku suka, aku terlihat anggun.

***

“Gimana tadi cah ayu, pas baju nya?sekarang apalagi yang belum siap?” Tanya Ibu, saat kami duduk berdua saja di ruang keluarga.

“Suka bu, aku anggun, haha..kayanya semua sudah siap” Jawabku singkat.

“Ah, ibu bahagia, akhirnya anak perempuan ibu satu-satunya akan menikah, dengan pria yang ibu restui” Ucap ibu dengan senyum merekah.

“Aku ijin bu, pergi sebentar, mau cari kue untuk adik, dia daritadi merengek minta dibelikan brownies”

“Boleh, tapi harus pergi sama Rey, kamu tidak boleh nyetir sendirian”

“Tapi bu, Rey sedang sibuk kerja, ya didekat situ aja bu, toh jalannya sepi”

Akhirnya ku pacu gas mobil, pelan, rasanya memang sedikit deg-deg’an hari ini, seperti aka nada kejutan. Jalan ini memang sepi, tapi jalan ini tidak lurus, ia menikung, aku seperti sedang memacu sebuah rollercoaster.

- Sayang aku senang, dan kangen sama kamu.

Ntah, rasanya aku tak sadar, dalam situasi jalan berliku, ada niat sms ke Rey. Aku merindunya, meski kemarin sudah seharian bertemu.

- Kamu dimana, kata ibu tadi nyetir mobil, mau cari brownies. Kenapa tidak menungguku saja pulang kerja, biar ku belikan. Sekarang sudah sampai, kamu gak sms sambil nyetirkan?bahaya Jes!

“lho kok smsnya marah, maksudku kan baik, biar dia tidak repot,”

Seperti biasa, ketika Rey marah, maka ia akan memanggilku dengan nama saja. Sms ini membuatku kepikiran, aku melamun, dan benar kata Rey, ini bahaya. Persis saat aku bermain dengan bayangan dikepala, aku tersadar kaget, melihat jembatan didepanku. Jembatan itu tak punya pembatas, akhirnya aku terjun bebas.

***

Suasana duka, hening, tangis, menghiasi ruangan keluarga dirumahku. Aku melihat aku tertidur pulas, tersenyum manis, berselimut kain putih. Ini kejadian luar biasa, aku bisa melihat aku. Ibu menangis sesegukan, aku persis disampingnya, menyaksikan ia menangisiku. Ntah kenapa, air mataku tak dapat keluar, padahal saat aku didunia nyata, melihat ibu sakit saja aku sudah menangis.

Rasanya ingin ku elus rambut ibu, tapi tangan tak mampu menyentuhnya. Lihat, pria gagah itu ada, ia tertunduk, sepertinya juga menangis. Rey datang bersama ibunya, dan keluarga. Ah, harusnya pertemuan dua keluarga ini disaat aku dan Rey menikah saja. Tapi, kenapa disaat aku tertidur pulas.

“Bangun Jessica !!Lihat Rey datang bersama keluarganya, lihaaat…harusnya dua hari lagi mereka datang kesini, Jessica, bbaaanngguunnn..” Teriakku pada jasad yang terbaring, aku duduk tertunduk, rasanya benar-benar sia-sia.

Muak melihat tangisan, aku pergi meninggalkan mereka, berjalan tanpa menyentuh lantai menuju kamarku. Aku lihat, ada sebuah gaun pengantin merah muda, yang akan ku kenakan diresepsi sesi kedua. Ternyata gaun ini sudah jadi, persis dihari yang sama ketika aku terjun bebas dijembatan. Aku mencoba meraba, tapi tetap tak tersentuh. Gaun pengantinku, berwarna merah muda, dan kini aku terbaring bukan mengenakannya. Disana, diruang penuh duka, aku berbalut kain putih.

Tidak lagi anggun karena kosmetik, tapi aku anggun dengan sucinya kain dan senyum manisku. Sepertinya, jasadku tidur dengan lelap, dan kini rohku dipenuhi rasa yang bercampur aduk. Persis dikamar ini, kegelisahan, dan kekesalan, rohku menumpahkannya diatas gaun pink, baju pengantin.

“HARUSNYA AKU TIDAK MATI SEKARANG, HARUSNYA AKU MENIKAH!”

***

Karena, kematian itu sebuah misteri.

Yogyakarta, diatas sebuah kegelisahan, Maret.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar