Sabtu, 26 Juli 2014

Kampret yang Bisa Jepret




Dunia maya (dumay) tidak hanya bisa dimanfaatkan sebagai ajang mencurahkan isi hati dengan update status di media sosial. Tetapi, juga bisa mempertemukan teman baru dari berbagai wilayah di seluruh dunia. Sehingga, perkenalan baru tersebut bisa digunakan untuk membuat sebuah komunitas.

Kompasianer Hobi Jepret (Kampret) salah satu komunitas yang terbentuk di dumay. Komunitas ini terdiri dari orang-orang yang suka mengisi salah satu media warga (Citizen Media) dimana mempunyai minat terhadap fotografi. Anggotanya tidak hanya yang tinggal di Indonesia saja, melainkan sampai yang tinggal di luar negeri seperti Hongkong, Malaysia, Korea, Jerman, Inggris dan Amerika. Anggota Kampret sering disapa kampretos. 

“Identitas komunitas ini tentu berkaitan dengan urusan dunia jepret menjepret. Dasarnya bukan soal kamera apa yang digunakan melainkan minat fotografi dan yang aktif menulis di kompasiana,” ungkap Ajie Nugroho salah satu pendiri Kampret .


Kesadaran atas minat tersebutlah yang menggerakkan Kampret terus berkembang. Sedikit demi sedikit mulailah sharing ilmu dalam fotografi yang dikemas dalam bentuk tutorial maupun permainan. Sharing ilmu fotografi ini bukan hanya teknik dasar tetapi juga terkait penyajian sebuah foto sehingga menjadi lebih menarik dengan editing foto.

Tak jarang sesama anggota bisa saling menginspirasi. Sebab, misalnya salah satu anggota menguasai teknik fotografi A maka anggota lain dapat belajar teknik tersebut. Anggota yang sudah memiliki pengalaman dalam dunia fotografi tidak ada yang merasa ahli, karena masih sama-sama belajar.

Meski dipertemukan melalui dumay, tidak menutup kemungkinan anggotanya tidak bisa bertemu. Karena, Kampret juga sudah pernah menyelenggarakan kopi darat (kopdar) akbar. Dengan kopdar akbar ini anggota yang dulu hanya sekedar menyapa di dumay dapat bertatap muka.



Bahkan, sejak kopdar akbar tersebut keriuhan canda anggota Kampret semakin ramai. Karena melalui akun blog yang mereka miliki diadakannya Weekly Photography Challenge (WPC). Dimana anggotanya ditantang untuk membuat foto sesuai tema yang ditentukan setiap bulan, lalu menuliskan artikel tentang foto tersebut.  

*****
Foto: Sebagian dokumentasi penulis, sebagian dokumentasi Kampret. **


Sabtu, 28 Juni 2014

KTP Jadi Wadah Bagi Sanggar Teater


Diawali karena melihat banyaknya sanggar teater yang ada di Palangka Raya, maka terbentuklah Komunitas Teater Palangka Raya (KTP). Di dalam KTP sendiri ini tentunya melingkupi beberapa sanggar yang ada di Palangka Raya, seperti Sanggar Teater Srikandi, Sanggar Teater Bianglala, Sanggar Teater Terapung dan Teater Tunas serta Institute Teater Bakumpulan.



  Muhammad Alimulhuda atau yang biasa disapa Huda merupakan salah satu koordinator KTP menceritakan bahwa awal mula KTP ini hanya terdiri dari empat sanggar. Kemudian, berdasarkan informasi yang didapat ternyata di Palangka Raya masih ada sanggar teater. Maka, bertambah satu lagi kehadiran kelompok pecinta teater. Tetapi, tidak menutup kemungkinan jika nanti ada lagi sanggar teater. Karena, Huda sendiri mengakui belum mengorganisir keberadaan sanggar lain di Palangka Raya.



“Tujuan utama sebagai wadah silaturahmi antar sanggar teater di Palangka Raya. Awalnya kan masing-masing berdiri sendiri, sekarang dibuat wadah untuk berkumpul. Tetapi, tidak sekedar hanya berkumpul. Sesekali kami berkumpul untuk membicarakan, tukar ide untuk sebuah produksi pementasan bersama,” ungkap Huda.

Beberapa pementasan telah mereka lakukan, dengan mengatasnamakan KTP. Seperti saat awal terbentuknya KTP, sekitar tahun 2008 mengisi pementasan pertama di Pontianak. Selain itu, di Surabaya pada tahun 2010, di Samarinda tahun 2011, di Banjarmasin tahun 2013, hingga di Jakarta tahun 2014 ini.

Saat di Jakarta, pementasan yang mereka tampilkan adalah pentas teater tradisional. Dimana, tidak menggunakan naskah. Hanya ditentukan beberapa adegan, kemudian masing-masing peran berdialog sesuai keinginan.

Ketika disinggung mengenai perbedaan dan kepentingan masing-masing sanggar. Huda menjelaskan bahwa sejauh ini perbedaan tersebut tidak menjadi masalah. Karena, dengan adanya perbedaan tersebut memperkuat keberadaan KTP dengan saling menghargai.

“Ketika masuk KTP tidak membicarakan persanggar, tetapi sudah membicarakan mengenai KTP. Kita berangkat, membawakan naskah apa dan ya mengatasnamakan KTP” tambahnya.

Dikarenakan KTP ini berupa perkumpulan sanggar, tentunya kondisi waktu menjadi kendala. Dimana saat KTP ingin mengumpulkan masing-masing sanggar membicarakan sebuah produksi, harus disesuaikan dengan jadwal latihan masing-masing sanggar tersebut.

Sama halnya dengan penentuan tempat berlatih, semua dikondisikan secara fleksibel. Tetapi, Huda mengatakan bahwa sejauh ini latihan bersama sering dilakukan di tempat latihan Sanggar Terapung yang berada di Jalan Rajawali. Tentunya, penentuan tempat latihan sudah dikoordinasikan ke masing-masing sanggar.




 ********
** Semua foto dokumentasi KTP **