“Jadi ini kaya gini,
ditarik, terus digambar,” ucapnya sabar, mengajariku sebuah teknik melukis.
Aku, disampingnya duduk
mengangguk. Dia terlihat gagah saat menerangkan pembelajaran sore itu. Tubuhnya
tegap, aku berlindung hampir saja bergelayut manja. Tapi, aku mendadak ingat,
dia hanya seorang teman yang membantuku, bukan kekasihku.
“hihihi..” geliku dalam
hati, saat membayangkan bagaimana jika aku bergelayut manja dipundaknya.
“hei..perhatikan!,”
tegur Wisnu
“ups, ya..ya, maaf,
jadi sekarang harus kaya gini ya? (sambil menunjuk pada gambar corat-coretnya,
sambil salah tingkah)”
Sore itu tertutup oleh
indahnya matahari terbenam. Seberkas cahaya hangat itu masuk kedalam ruang,
yang terisi oleh kami berdua. Romantis, tapi sayang, dia bukan kekasihku.
“oke, cukup ya..aku
lelah, *srup (diteguknya segelas jeruk hangat)”
“siaapp !makasih,
akhirnya aku ngerti soal gambar garis dan bagaimana objek ditempatkan”, ucapku
sembari merebahkan kepala dibangku sofa.
*allahu akbar3x
Adzan magrib
berkumandang, diselingi kakinya melangkah pulang. Aku diam memperhatikan,
melihat punggunya dari belakang.
“daaahh..!”
****
To: Wisnu
Pesan:
Nanti siang jadi makan
bareng?
Ku coba membuka sebuah
percakapan lain. Mengirimnya sebuah pesan singkat, ku rasa itu jurus jitu
satu-satunya. Meski memang kami belum ada membuat janji untuk bertemu makan
siang. Tapi, aku ingin menjadikan jurus jitu itu manjur. Memainkan sifat
pelupanya, sebagai kunci percakapan siang nanti.
*cling
Sebuah pesan, masuk, dan
ku baca itu dari Wisnu.
From: Wisnu
Pesan:
Eh kita janjian makan
siang ya? Kok aku lupa, haha..maap kebiasaan. Oke boleh, ketemu langsung di
Kampret Café ya J *see ya !
Desir kebahagiaan
mengalir disekujur tubuh, membuatku meloncat girang. Mendadak menjadi salah
tingkah, terlebih saat mendapati sebuah status yang dibuat olehnya. Tertera
bahwa akan terjadi satu hal yang ditunggu-tunggu olehnya tepat nanti siang. Dan
aku ingat, bahwa nanti siang kita sudah janjian untuk bertemu.
*glek
Ku telan liur, rasanya
mendadak menjadi besar kepala. Kata orang ini “GR”, Gede Rasa. Salah tingkah
ini kembali ku alami, terutama saat memilih baju untuk pergi. Padahal hanya
makan siang biasa saja, tapi rasanya seperti ada hal yang spesial. Dan aku
masih hanya menerka.
Aku siap !
****
“silahkan..”
Wisnu menarik kursi,
mempersilahkan untuk aku duduk. Wah, ada hal yang berbeda lagi ku temui dari
sifatnya.
“he is so romantic,”
gumamku dalam hati, sambil tersipu malu.
Pelayan datang,
menawarkan pesanan. Kami terdiam dalam keheningan memilih menu. Hingga sebuah
kejutan datang. Dalam hitungan waktu yang berbarengan, kami sama-sama memesan
menu “nasi goreng seafood ya mba !”
Pelayan restoran itu
merespon dengan cekikikan geli. Ya, dan seketika dia pergi saat menu telah
dipesan. Sementara, sejak kejadian tadi, kami sama-sama salah tingkah. Lebih
dari 15 menit, kami diam. Sama-sama sibuk dengan handphone masing-masing.
Padahal, aku tidak
sedang smsan, ataupun buka jejaring sosial. Dan aku rasa, dia juga begitu.
“Oke..gimana gambarmu,
sudah komplit semua?,” Wisnu mulai membuka percakapan, dan itu membuatku
sedikit terkejut.
“Aeh…eh, sudah sudah,
ya tinggal dituang warna,” ucapku terbata.
Percakapan itu
beranjak, dari membicarakan lukisan, hingga membicarakan keluarga. Tak terasa
pelayan datang mengantar santapan. Kami diam, dalam setiap kunyahan. Hingga
ludes semua termakan.
“ah kenyang..” ucap
Wisnu sembari memegang perutnya, duh, terlihat buncit.
“hehe..” aku tak tahan
untuk menahan tawa.
“kenapa Rin?”
“itu lho.. (menunjuk
baju)”
“whaha, maaf, ya gini
kalau habis makan, blendung dung, hihi”
Kami mulai encer, lebih
hangat daripada saat awal menghampiri meja ini. Kini kami bisa tertawa lepas.
Dan inilah yang paling membuatku suka, tak ada jarak yang menggambarkan diantar
kami. Hanya tawa canda yang melingkari siang ini.
Kalau malam kemarin dia
yang beranjak pamit pulang, kalau siang ini terpaksa aku. Dan ya, ini membuatku
sedikit canggung. Harus membalikkan arah, dan jangan sampai menoleh kebelakang,
bahaya.
****
Terhitung sudah 4 bulan,
kami menjalin pertemanan. Dan beberapa minggu ini, ada gundah yang berguncang
dalam hatiku. Terutama saat Wisnu memberi beberapa sinyal perhatian padaku.
Malam telah datang, ini sudah bulan ke 4. Bukan karena iseng, tapi aku memang
suka sekali menandain kalenderku disetiap moment yang ku anggap spesial.
Aku ingat, 4 bulan
lalu, tepat tanggal 10 dibulan april. Aku pertama kali berjabat tangan
denganmu, dan sepertinya sebagian kecil dari hatiku telah “love at the first
sight”. Aku mencoba melihat setiap coretan di kalender. Sambil tertawa geli,
terutama saat mengingat ada peristiwa-peristiwa lucu diantara kami.
Ntah kenapa, malam ini
membuatku gelisah. Rasanya gumpalan rasa kagum, suka, dan jatuh cinta harus
segera ku ucapkan. Mencoba menerka-nerka itu rasanya tersiksa. Ku ambil
handphone, mencoba menulis sebuah pesan untuk Wisnu. Berkali-kali kata sudah ku
ungkapkan, dan semuanya berhasil terhapus. Hingga pada sebuah pesan ku buat
sesingkat mungkin, menggambarkan kegundahan ini.
To: Wisnu
Pesan: Aku suka kamu
“ah eeh..gak deh,
gilaaaa !” gerutuku dalam hati.
Iseng-iseng, ku ubah
nama kontak Wisnu menjadi “My Dear”. Senyum merekah membaca nama baru itu. Dan,
aku coba mengetik lagi.
To: My Dear
Pesan:
:*
“eh eeh..gak jadi ah
gak jadi, masa iya kirim cium” ucapku semakin gelisah.
Hingga pesan itu
terdampar pada box “draft sms”. Dan, aku pun tertidur dengan senyum bahagia
penuh tanya.
****
*grook, fiuhh
Terdengar nyaring deru
nafas yang keluar dari sela mulut Wisnu. Disaat Rini sedang dilanda gelisah
hingga tertidur. Wisnu terlebih dahulu bermimpi. Ia melihat ada sesosok wanita,
seperti memanggil untuk berucap kata cinta. Ya sepertinya mereka hanya bisa
bertemu di mimpi. Rini yang sudah tertidur bersama gelisahnya, hadir tak
sengaja dalam bunga tidur Wisnu.
*****
Aku
senyum atas sebuah kegelisahan
Aku
tersipu untuk sebuah perasaan
Jika
saja aku mampu bertanya
Pasti
ku dapati jawaban yang bisa saja itu bahagia
***
Yogyakarta,
Gilang Rahmawati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar