Sabtu, 21 Juli 2012

Titik Dua dan Tanda Bintang Bercerita


“Jadi ini kaya gini, ditarik, terus digambar,” ucapnya sabar, mengajariku sebuah teknik melukis.
Aku, disampingnya duduk mengangguk. Dia terlihat gagah saat menerangkan pembelajaran sore itu. Tubuhnya tegap, aku berlindung hampir saja bergelayut manja. Tapi, aku mendadak ingat, dia hanya seorang teman yang membantuku, bukan kekasihku.
“hihihi..” geliku dalam hati, saat membayangkan bagaimana jika aku bergelayut manja dipundaknya.
“hei..perhatikan!,” tegur Wisnu
“ups, ya..ya, maaf, jadi sekarang harus kaya gini ya? (sambil menunjuk pada gambar corat-coretnya, sambil salah tingkah)”
Sore itu tertutup oleh indahnya matahari terbenam. Seberkas cahaya hangat itu masuk kedalam ruang, yang terisi oleh kami berdua. Romantis, tapi sayang, dia bukan kekasihku.
“oke, cukup ya..aku lelah, *srup (diteguknya segelas jeruk hangat)”
“siaapp !makasih, akhirnya aku ngerti soal gambar garis dan bagaimana objek ditempatkan”, ucapku sembari merebahkan kepala dibangku sofa.
*allahu akbar3x
Adzan magrib berkumandang, diselingi kakinya melangkah pulang. Aku diam memperhatikan, melihat punggunya dari belakang.
“daaahh..!”
****
To: Wisnu
Pesan:
Nanti siang jadi makan bareng?

Ku coba membuka sebuah percakapan lain. Mengirimnya sebuah pesan singkat, ku rasa itu jurus jitu satu-satunya. Meski memang kami belum ada membuat janji untuk bertemu makan siang. Tapi, aku ingin menjadikan jurus jitu itu manjur. Memainkan sifat pelupanya, sebagai kunci percakapan siang nanti.
*cling
Sebuah pesan, masuk, dan ku baca itu dari Wisnu.
From: Wisnu
Pesan:
Eh kita janjian makan siang ya? Kok aku lupa, haha..maap kebiasaan. Oke boleh, ketemu langsung di Kampret Café ya J *see ya !

Desir kebahagiaan mengalir disekujur tubuh, membuatku meloncat girang. Mendadak menjadi salah tingkah, terlebih saat mendapati sebuah status yang dibuat olehnya. Tertera bahwa akan terjadi satu hal yang ditunggu-tunggu olehnya tepat nanti siang. Dan aku ingat, bahwa nanti siang kita sudah janjian untuk bertemu.
*glek
Ku telan liur, rasanya mendadak menjadi besar kepala. Kata orang ini “GR”, Gede Rasa. Salah tingkah ini kembali ku alami, terutama saat memilih baju untuk pergi. Padahal hanya makan siang biasa saja, tapi rasanya seperti ada hal yang spesial. Dan aku masih hanya menerka.
Aku siap !
****
“silahkan..”
Wisnu menarik kursi, mempersilahkan untuk aku duduk. Wah, ada hal yang berbeda lagi ku temui dari sifatnya.
“he is so romantic,” gumamku dalam hati, sambil tersipu malu.
Pelayan datang, menawarkan pesanan. Kami terdiam dalam keheningan memilih menu. Hingga sebuah kejutan datang. Dalam hitungan waktu yang berbarengan, kami sama-sama memesan menu “nasi goreng seafood ya mba !”
Pelayan restoran itu merespon dengan cekikikan geli. Ya, dan seketika dia pergi saat menu telah dipesan. Sementara, sejak kejadian tadi, kami sama-sama salah tingkah. Lebih dari 15 menit, kami diam. Sama-sama sibuk dengan handphone masing-masing.
Padahal, aku tidak sedang smsan, ataupun buka jejaring sosial. Dan aku rasa, dia juga begitu.
“Oke..gimana gambarmu, sudah komplit semua?,” Wisnu mulai membuka percakapan, dan itu membuatku sedikit terkejut.
“Aeh…eh, sudah sudah, ya tinggal dituang warna,” ucapku terbata.
Percakapan itu beranjak, dari membicarakan lukisan, hingga membicarakan keluarga. Tak terasa pelayan datang mengantar santapan. Kami diam, dalam setiap kunyahan. Hingga ludes semua termakan.
“ah kenyang..” ucap Wisnu sembari memegang perutnya, duh, terlihat buncit.
“hehe..” aku tak tahan untuk menahan tawa.
“kenapa Rin?”
“itu lho.. (menunjuk baju)”
“whaha, maaf, ya gini kalau habis makan, blendung dung, hihi”
Kami mulai encer, lebih hangat daripada saat awal menghampiri meja ini. Kini kami bisa tertawa lepas. Dan inilah yang paling membuatku suka, tak ada jarak yang menggambarkan diantar kami. Hanya tawa canda yang melingkari siang ini.
Kalau malam kemarin dia yang beranjak pamit pulang, kalau siang ini terpaksa aku. Dan ya, ini membuatku sedikit canggung. Harus membalikkan arah, dan jangan sampai menoleh kebelakang, bahaya.
****
Terhitung sudah 4 bulan, kami menjalin pertemanan. Dan beberapa minggu ini, ada gundah yang berguncang dalam hatiku. Terutama saat Wisnu memberi beberapa sinyal perhatian padaku. Malam telah datang, ini sudah bulan ke 4. Bukan karena iseng, tapi aku memang suka sekali menandain kalenderku disetiap moment yang ku anggap spesial.
Aku ingat, 4 bulan lalu, tepat tanggal 10 dibulan april. Aku pertama kali berjabat tangan denganmu, dan sepertinya sebagian kecil dari hatiku telah “love at the first sight”. Aku mencoba melihat setiap coretan di kalender. Sambil tertawa geli, terutama saat mengingat ada peristiwa-peristiwa lucu diantara kami.
Ntah kenapa, malam ini membuatku gelisah. Rasanya gumpalan rasa kagum, suka, dan jatuh cinta harus segera ku ucapkan. Mencoba menerka-nerka itu rasanya tersiksa. Ku ambil handphone, mencoba menulis sebuah pesan untuk Wisnu. Berkali-kali kata sudah ku ungkapkan, dan semuanya berhasil terhapus. Hingga pada sebuah pesan ku buat sesingkat mungkin, menggambarkan kegundahan ini.
To: Wisnu
Pesan: Aku suka kamu

“ah eeh..gak deh, gilaaaa !” gerutuku dalam hati.
Iseng-iseng, ku ubah nama kontak Wisnu menjadi “My Dear”. Senyum merekah membaca nama baru itu. Dan, aku coba mengetik lagi.

To: My Dear
Pesan:
:*
“eh eeh..gak jadi ah gak jadi, masa iya kirim cium” ucapku semakin gelisah.
Hingga pesan itu terdampar pada box “draft sms”. Dan, aku pun tertidur dengan senyum bahagia penuh tanya.
****
*grook, fiuhh
Terdengar nyaring deru nafas yang keluar dari sela mulut Wisnu. Disaat Rini sedang dilanda gelisah hingga tertidur. Wisnu terlebih dahulu bermimpi. Ia melihat ada sesosok wanita, seperti memanggil untuk berucap kata cinta. Ya sepertinya mereka hanya bisa bertemu di mimpi. Rini yang sudah tertidur bersama gelisahnya, hadir tak sengaja dalam bunga tidur Wisnu.

*****
Aku senyum atas sebuah kegelisahan
Aku tersipu untuk sebuah perasaan
Jika saja aku mampu bertanya
Pasti ku dapati jawaban yang bisa saja itu bahagia
***
Yogyakarta, Gilang Rahmawati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar