Teruntuk
wanita yang telah menjerat hatiku. Jadikanlah ini sebagai salah satu kenangan
dariku untukmu. Meski hanya sebuah kertas berisi tulisan, tapi tulisan ini
mewakili isi hati. Rasanya baru kemarin, aku mulai belajar mengenalmu.
Berbicara terbata. Tangan penuh keringat. Ya, itulah yang ku rasa saat mencoba
bertanya “siapa namamu?”. Saat itu
aku mencoba untuk menjadi gagah didepanmu. Hingga akhirnya, pipimu merah merona
saat ku katakan aku cinta.
Dari setiap
pertemuan, aku selip sebuah tulisan, teruntukmu. Dari setiap perdebatan, ku
selip kata maaf untuk memperbaikinya. Aku tak pernah malu, meski itu kesalahan
darimu. Aku terus mencoba menjadi pria gagah dimatamu. Kekuranganku aku jadikan
kelebihan untuk memikat hatimu. Hingga kembali, ku temukan pipi merah merona.
Ah, aku selalu suka saat itu.
Dulu aku selalu yakin, kamulah tulang rusukku. Wanita
yang kelak kan menemani dalam hidupku. Dalam setiap do’a, selalu ku selip
namamu. Ini, ada sebuah bunga mawar yang telah mengering. Mawar ini juga salah
satu kenangan untukmu. Dulu, aku ingin mengatakan cinta dengan mawar ini. Hanya
saja, mawar menguning, ia tak terlihat indah lagi. Saat itu, aku masih terlalu
takut untuk mengucap cinta.
Ya, lihat, sudah banyak tumpukan kenangan yang kau
berikan untukku. Kini, kenangan itu biar ku bawa tenang bersama amarahku. Maaf, kenangan itu terhenti tak dapat
diteruskan kembali. Aku terlalu sakit, ketika tahu, tulang rusukku bukan kamu.
Karena, “ijab Kabul” itu telah terucap lantang dari pria lain. Kini yang ku
Tanya, bukan “siapa namamu?” karena aku sudah tau itu. Tapi, dalam benak ku
bertanya “ siapa pria itu?”.
Jangan pernah kau kubur kenangan aku dan kamu. Biarkan ia
menari disetiap lamunan. Meski itu saat kau bercinta dengan pria yang tak ku
tau namanya. Ah, sakit. Batinku mengerang, hatiku menyusut, tapi mata sama
sekali tak tergoda untuk menangis. Aku tau, cukup mengenalmu sudah menjadi
bahagiaku.
**
Yogyakarta,
Merah itu amarah.
ckckckck :P
BalasHapusada cicak ...
BalasHapus